Selasa, 12 Agustus 2014

Hidup Bersama-sama Supaya Bersama-sama Hidup


HIDUP BERSAMA-SAMA,
SUPAYA BERSAMA-SAMA HIDUP

Menyesuaikan diri dengan beraneka ragam watak dan kemauan orang, memang bukan perkara gampang. Tetapi sulit atau gampang menjadi Kristen, tidak bisa lain, berarti harus hidup dalam persekutuan. Sebab walaupun iman bersifat pribadi, tetapi orang beriman tak mungkin hidup sendiri, atau cuma hidup bagi diri sendiri. Begitu menyerahkan diri kepada Kristus, seketika itu pula ia terikat dengan saudara-saudaranya yang seiman.

Pola hidup seperti itulah yang
diterapkan orang-orang Kristen Perdana. “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul … semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama …” (Kis. 2:41-47).

Iman Kristen menggariskan prinsip-prinsip dasar mengenai bagaimana seharusnya hidup dalam kebersamaan dengan orang-orang lain. Dalam kategori “orang-orang lain” ini, termasuk pula orang-orang yang tidak kita sukai, orang-orang yang tidak kita kenal, dan orang-orang yang berbeda dari kita.

Walaupun kesadaran dan kerinduan akan kebersamaan itu ada pada semua orang, tidak semua orang berhasil mengalaminya. Sebab untuk itu, dibutuhkan lebih dari sekedar kemauan atau keinginan. Sama seperti orang tidak serta-merta bisa berenang, yang bersangkutan harus mengikuti perinsip-prinsip tertentu. Itu sebabnya kita diajak dengan lebih seksama mempelajari prinsip-prinsip pokok dalam persekutuan.

Prinsip yang PERTAMA adalah; kita harus mempunyai pengakuan yang tulus serta penghayatan yang dalam, bahwa hidup adalah persekutuan. Mau hidup, berarti harus mau bersekutu. Prinsip yang kedengarannya sederhana ini ternyata tidak otomatis disadari apalagi dipraktikkan semua orang. Banyak orang memahami hidupnya sebagai sesuatu yang individual. Bagaikan pasir yang teronggok. Kelihatannya menyatu padahal tidak.
Tanpa menyadari bahwa hidup pada dasarnya adalah persekutuan, orang akan mengalami kesulitan menjalin hubungan baik dengan orang lain. Sebab orang lain hanya diperlukan sekedar sebagai objek, bukan subjek. Meminjam istilah Martin Buber, orang cuma menjalin hubungan “I – it” dengan orang lain; bukan       “I -  Thou”. Seperti ciri sel kanker yang berbahaya, yang demi hidupnya harus melahap seluruh tubuh. Berbeda dengan sel-sel normal yang menghidupi seluruh tubuh, agar dengan begitu seluruh tubuh balik menghidupinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar