HIDUP
BERSAMA-SAMA,
SUPAYA
BERSAMA-SAMA HIDUP
Menyesuaikan
diri dengan beraneka ragam watak dan kemauan orang, memang bukan perkara
gampang. Tetapi sulit atau gampang menjadi Kristen, tidak bisa lain, berarti
harus hidup dalam persekutuan. Sebab walaupun iman bersifat pribadi, tetapi
orang beriman tak mungkin hidup sendiri, atau cuma hidup bagi diri sendiri.
Begitu menyerahkan diri kepada Kristus, seketika itu pula ia terikat dengan
saudara-saudaranya yang seiman.
Pola
hidup seperti itulah yang
diterapkan orang-orang Kristen Perdana. “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul … semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama …” (Kis. 2:41-47).
diterapkan orang-orang Kristen Perdana. “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul … semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama …” (Kis. 2:41-47).
Iman
Kristen menggariskan prinsip-prinsip dasar mengenai bagaimana seharusnya hidup
dalam kebersamaan dengan orang-orang lain. Dalam kategori “orang-orang lain”
ini, termasuk pula orang-orang yang tidak kita sukai, orang-orang yang tidak
kita kenal, dan orang-orang yang berbeda dari kita.
Walaupun
kesadaran dan kerinduan akan kebersamaan itu ada pada semua orang, tidak semua
orang berhasil mengalaminya. Sebab untuk itu, dibutuhkan lebih dari sekedar
kemauan atau keinginan. Sama seperti orang tidak serta-merta bisa berenang,
yang bersangkutan harus mengikuti perinsip-prinsip tertentu. Itu sebabnya kita
diajak dengan lebih seksama mempelajari prinsip-prinsip pokok dalam
persekutuan.
Prinsip
yang PERTAMA adalah; kita harus mempunyai
pengakuan yang tulus serta penghayatan yang dalam, bahwa hidup adalah
persekutuan. Mau hidup, berarti harus mau bersekutu. Prinsip yang
kedengarannya sederhana ini ternyata tidak otomatis disadari apalagi
dipraktikkan semua orang. Banyak orang memahami hidupnya sebagai sesuatu yang
individual. Bagaikan pasir yang teronggok. Kelihatannya menyatu padahal tidak.
Tanpa menyadari bahwa hidup pada dasarnya adalah
persekutuan, orang akan mengalami kesulitan menjalin hubungan baik dengan orang
lain. Sebab orang lain hanya diperlukan sekedar sebagai objek, bukan subjek.
Meminjam istilah Martin Buber, orang cuma menjalin hubungan “I – it” dengan
orang lain; bukan “I - Thou”. Seperti ciri sel kanker yang
berbahaya, yang demi hidupnya harus melahap seluruh tubuh. Berbeda dengan sel-sel
normal yang menghidupi seluruh tubuh, agar dengan begitu seluruh tubuh balik
menghidupinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar