SALING
MENASEHATI,
BUKAN
SALING MEMFITNAH
Apakah
kita sudah menghayati benar, bahwa kita tidak punya pilihan lain kecuali harus
hidup dalam kebersamaan dengan orang lain? Kalu begitu, kita akan melangkah ke
pertanyaan selanjutnya, yaitu bagaimana hidup sebagai anggota persekutuan yang
baik. Prinsip KEDUA berbunyi: Milikilah kesetiaan
dan tanggungjawab.
Kita
bukan anggota persekutuan yang baik, bila kita cuma
mau menerima tetapi tidak bersedia memberi. Hanya mau “Nangka” -nya tetapi menolak “getah”-nya. Tidak ada persekutuan bisa bertahan dengan anggota-anggota yang tidak mempunyai loyalitas dan tanggungjawab. Disinilah bedanya sebuah “hotel” dan sebuah “rumahtangga”. Kalau “hotel”, kita merasa tidak nyaman, kita tinggal pilih yang lain. Setiap saat kita boleh datang dan pergi. Kalau ada yang tidak beres, tinggal protes.
mau menerima tetapi tidak bersedia memberi. Hanya mau “Nangka” -nya tetapi menolak “getah”-nya. Tidak ada persekutuan bisa bertahan dengan anggota-anggota yang tidak mempunyai loyalitas dan tanggungjawab. Disinilah bedanya sebuah “hotel” dan sebuah “rumahtangga”. Kalau “hotel”, kita merasa tidak nyaman, kita tinggal pilih yang lain. Setiap saat kita boleh datang dan pergi. Kalau ada yang tidak beres, tinggal protes.
“Keluarga”
atau “rumah tangga” berbeda. Sekali kita masuk, kita dituntut setia dan
bertanggungjawab. Bila kita menolak, tidak apa-apa, kita tidak dipaksa, tetapi
jangan masuk. Karena itu, masuk maupun keluar tidak mudah. Bagaimana bila ada
yang tidak beres atau tidak menyenangkan? Maaf, tidak ada tempat untuk mengadu
atau protes, sebab tanggungjawab kita sepenuhnyalah untuk memperbaikinya!
Tuhan
menuntut kesetiaan kita, karena Dia mempersekutukan kita tidak disebuah “rumah
penginapan” atau “hotel”, melainkan di sebuah “rumah Tuhan” sebagai sebuah
“keluarga”! dan ini ada konsekuensinya.
Kesetiaan
serta tanggungjawab kepada persekutuan, pertama-tama wajib kita nyatakan dalam
bentuk kepedulian alias tidak “cuek” terhadap apa yang terjadi di dalam tubuh
persekutuan kita. Itu berarti kalau ada yang tidak beres, kita tidak boleh acuh
tak acuh saja. Kita harus mengatakannya. Kita harus menyatakannya. Tetapi
dengan terbuka. Inilah prinsip yang KETIGA.
Bila
kita mau menjaga hidup persekutuan berlangsung dengan baik, janganlah
membicaran keburukan orang di belakang yang bersangkutan. Tetapi berbicaralah
secara terbuka. Atau bila kita tidak mau berbicara secara terbuka, lebih baik
kita diam.
Penulis
Surat Ibrani dengan indahnya menggabungkan dua prinsip yang sedang kita ulas
ini. “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita” –
ini prinsip kesetiaan. “Tetapi marilah kita saling menasehati” – inilah prinsip
ketiga yang dimaksudkan (Ibrani 10:25).
Kritik
adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah persekutuan. Tetapi harus dilakukan
dengan terbuka, bijak dan tujuan yang murni. Sebab yang dipesankan kepada kita
adalah “saling menasehati”, bukan “saling memfitnah” (Yak. 4:11). Sebab itu,
sebelum kritik kita lancarkan, jawab dulu tiga pertanyaan: (1) benarkah?; (2)
perlukan?; dan (3) Tepat dan bijaksanakah caranya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar