Selasa, 12 Agustus 2014

Melawan Diri Sendiri

Melawan Diri Sendiri


Prinsip kesepuluh menjadi anggota persekutuan yang baik: kadang-kadang kita harus mengambil jarak terhadap diri kita sendiri, lalu berpihak kepada mereka yang menentang kita. Ada cerita tentang seorang ibu yang berprinsip anak-anaknya harus belajar dari kesalahan yang mereka buat sendiri. Pada suatu hari, ketika sang ibu pergi, anaknya yang bungsu, umurnya kurang lebih delapan tahun, mengambil gunting lalu
mulai menggunting rambut kepalanya sebelah kiri dan juga bantal-bantal yang ada di kamar ibunya.

Ketika sang ibu pulang, ia tentu terkejut. Tetapi ia mengambil keputusan untuk tenang. Ia mengambil beberapa saat untuk diam dan merenungkan apa yang sebaiknya ia lakukan. Setelah beberapa waktu , ia pun memanggil anak itu, sambil mengambil sebuah cermin dan menyuruh anaknya berkaca. Lalu bertanya, apakah setelah melihat dirinya sendiri dicermin, ia mempelajari sesuatu. Anak yang melihat dirinya “aneh” di cermin menjawab. “Ya, lain kali lebih baik Ucok tidak bermain-main dengan gunting lagi.”

Ibu itu berhasil membawa anak itu ke pihak yang menentang dirinya sendiri. Pilihan ini kadang-kadang amat perlu, karena alangkah terbatasnya penglihatan kita! Mata kita bahkan tak mampu melihat hidung yang persis ada dibawahnya, atau pelipis yang tepat terletak disamping kiri kanannya. Ada saatnya kita harus berani menentang arus melawan kehendak kelompok. Tetapi ada pula saatnya dimana lebih tepat kita berpihak kepada kehendak bersama, dan mengalahkan kehendak sendiri.

Prinsip kesebelas. Jangan terlalu serius. Sekali-sekali ambillah cermin, tatap muka kita, lalu tertawakan diri kita sendiri. Kapasitas orang untuk menertawakan diri sendiri, banyak disebut-sebut sebagai indikator kedewasaan seseorang. Pada tingkat yang paling rendah, adalah orang-orang yang tidak bisa tertawa. Otot-otot mukanya tegang melulu. Pada tingkat kedua adalah orang-orang yang sudah bisa tertawa, tetapi hanya untuk lelucon-leluconnya sendiri. Kemudian yang lebih dewasa lagi adalah orang yang sudah bisa tertawa mendengar lelucon orang lain. Dan yang paling “Top” adalah orang yang mau dan mampu menertawakan diri sendiri. Ini adalah pertanda sampai di mana orang dapat secara objektif menilai diri sendiri. “Janganlah menganggap dirimu pandai,” kata Paulus dalam Roma 12:16b
Prinsip keduabelas. Kita tidak boleh bersabar dan menunda-nunda waktu begitu kita melihat ada ketidaksetaraaan atau ketidakadilan atau “pandang muka” (Yak. 2:1-13) dalam persekutuan kita. Segeralah bertindak dan hapuskanlah itu! Sebab itu, adalah kesalahan paling mendasar dan racun paling berbisa bagi kehidupan persekutuan yang sehat. Jangan bersikap manis terhadap kesalahan-kesalahan yang fatal yang merusak persekutuan. Kebaikan hati bukan obat penawar yang cocok untuk racun yang berbisa. Sebaliknya, tegakkanlah keadilan dan kesetaraan, maka soal-soal yang lain akan terselesaikan lebih mudah! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar